: Transformasi Spiritualitas Menjadi Kekuatan Sosial di Desa Maparah1748224973.jpg)
Gerakan Sedekah (Gesek): Transformasi Spiritualitas Menjadi Kekuatan Sosial di Desa Maparah
Jumat, ba’da ashar 28 Desember 2018, di sudut ruang yang hening, hanya terdengar lantunan syahdu ayat-ayat langit. Ada satu bisikan yang terus berhembus, menerobos lubuk hati dan jiwa, bahwa ayat suci yang dibaca jangan hanya sampai di bibir saja, tapi harus dibuktikan dalam karya nyata.
Kuambil tinta, kutulis sebuah nama... yaitu Gerakan Sedekah (Gesek). Nama itu kini tertanam di hati setiap orang yang dipenuhi cinta kasih dan kepedulian terhadap sesama.
Gesek lahir dari cita dan cinta untuk membumikan Al-Qur’an, memberikan kebahagiaan, dan mengukir senyum di wajah-wajah mereka yang membutuhkan kepedulian.
Satu fakta yang tak terbantahkan adalah bahwa di sekitar kita — terutama di daerah pedesaan — guru ngaji adalah para waliyullah yang tersembunyi. Mereka istiqomah mengajarkan risalah kenabian walaupun tanpa ada regulasi yang menjamin kebutuhan pangan, sandang, dan papan mereka.
Masih banyak rumah-rumah yang tidak manusiawi / tidak layak huni, anak-anak yatim yang terputus pendidikannya karena tidak adanya biaya, serta para dhuafa yang lapar...
Setelah yakin dengan haqul yakin, kubawa misi Gesek ke Majelis Taklim BKMM Desa Maparah.
Kenapa Majelis Taklim?
Tinta emas sejarah mencatat bahwa peradaban lahir dari masjid, melalui taklim. Dengan penguatan ketauhidan yang dibuktikan dengan gerakan nyata, akan lebih mudah membangunkan jiwa-jiwa yang sedang tidur.
Dengan ruh transparansi, disertai totalitas pengabdian, kini Gesek mampu membangkitkan potensi-potensi kesalehan sosial yang selama ini mati tanpa nyawa.
Desa Maparah, dengan hampir 10.000 jiwa, menyaksikan perjalanan Gesek.
Sepanjang lima tahun berjalannya Gesek — dari gerakan sederhana di majelis taklim dengan keterlibatan hanya tiga orang saja — kini lebih dari 60 persen masyarakat Maparah sudah terlibat dalam Gesek.
Artinya, Gesek bertransformasi menjadi kultur agamis di Desa Maparah.
Kuambil tinta, kutulis sebuah nama... yaitu Gerakan Sedekah (Gesek). Nama itu kini tertanam di hati setiap orang yang dipenuhi cinta kasih dan kepedulian terhadap sesama.
Gesek lahir dari cita dan cinta untuk membumikan Al-Qur’an, memberikan kebahagiaan, dan mengukir senyum di wajah-wajah mereka yang membutuhkan kepedulian.
Satu fakta yang tak terbantahkan adalah bahwa di sekitar kita — terutama di daerah pedesaan — guru ngaji adalah para waliyullah yang tersembunyi. Mereka istiqomah mengajarkan risalah kenabian walaupun tanpa ada regulasi yang menjamin kebutuhan pangan, sandang, dan papan mereka.
Masih banyak rumah-rumah yang tidak manusiawi / tidak layak huni, anak-anak yatim yang terputus pendidikannya karena tidak adanya biaya, serta para dhuafa yang lapar...
Setelah yakin dengan haqul yakin, kubawa misi Gesek ke Majelis Taklim BKMM Desa Maparah.
Kenapa Majelis Taklim?
Tinta emas sejarah mencatat bahwa peradaban lahir dari masjid, melalui taklim. Dengan penguatan ketauhidan yang dibuktikan dengan gerakan nyata, akan lebih mudah membangunkan jiwa-jiwa yang sedang tidur.
Dengan ruh transparansi, disertai totalitas pengabdian, kini Gesek mampu membangkitkan potensi-potensi kesalehan sosial yang selama ini mati tanpa nyawa.
Desa Maparah, dengan hampir 10.000 jiwa, menyaksikan perjalanan Gesek.
Sepanjang lima tahun berjalannya Gesek — dari gerakan sederhana di majelis taklim dengan keterlibatan hanya tiga orang saja — kini lebih dari 60 persen masyarakat Maparah sudah terlibat dalam Gesek.
Artinya, Gesek bertransformasi menjadi kultur agamis di Desa Maparah.